Banyak cara yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan ide. Ada yang jongkok berlama-lama di kamar mandi sambil merokok sampai mendapatkan ide cemerlang. Ada yang pergi jauh-jauh ke desa terpencil untuk menyepi. Ada yang melamun, sambil menatap kertas putih di hadapannya atau halaman putih di layar komputer sambil jarinya mengetuk-ngetuk menja. Tidak ada yang salah dengan semua cara itu. Semua orang punya cara unik untuk mendapatkan ide.
Semua cara di atas punya kesamaan. Kita menunggu sampai ide itu datang. Kalau cepat datang sih ok. Tetapi kalau kereta idenya mogok entah dimana, proses menunggu ini bisa sangat lama. Tentunya Anda tidak akan segera berproduksi. Padahal di sekitar Anda bertebaran ide-ide. Anda mungkin melewatkannya.
Sempatkan diri Anda untuk membaca lebih banyak. Sediakan waktu khusus untuk membaca, sedikitnya 30 menit sehari. Baca apa saja. Majalah, koran, buku, novel, roman, sastra. Apa saja yang menarik perhatian Anda. Semua yang Anda baca bisa menjadi ide.
Berjalan-jalanlah. Perhatikan lingkungan Anda. Kegiatan sepele seperti berjalan-jalan bisa mendatangkan ide.
Tunggu ! Mungkin Anda protes, "Saya sudah membaca ratusan buku, majalah, koran, apa saja yang bisa saya bisa. Bahkan kertas bungkus gorengan pun saya buka dan saya baca. Saya juga sudah melanglang buana kemana saja. Tidak ada sejengkal tanahpun yang belum saya injak-injak. Tetapi kenapa saya tetap sulit mendapatkan ide?"
Jawabannya sederhana saja, "Anda hanya melewatkannya." Kita hidup di jaman informasi. Lebih mudah penulis sekarang untuk mendapatkan informasi daripada penulis jaman dulu. Suratkabar, TV, dan apalagi sekarang sudah ada internet. Transportasi lebih mudah. Mau ke belahan dunia bisa naik pesawat terbang. Dulu cuma ada kapal laut. Problemnya adalah kita melewatkan informasi begitu saja. Ini adalah fenomena baru di dunia informasi. Kita cenderung membaca dengan cepat suatu headline demi headline. Jari-jari jemari kita dengan mudah mengganti channel TV. Akibatnya kita memperlakukan otak kita seperti tong sampah. Semua informasi masuk dan terbuang dengan cepat. Kita cukup bahagia dengan hanya sebatas mengetahui informasi.
Untuk mendapatkan ide dari semua yang Anda lihat atau dengarkan, Anda harus mengubah cara Anda memperlakukan informasi. Pada saat Anda membaca sesuatu. Berhenti. Benar-benar berhenti. Kemudian pikirkan apa saja yang bisa Anda lakukan dengan informasi itu. Imajinasikan. Biarkan pikiran liar Anda berkelana. Saat Anda membaca koran, ada ulasan tentang penyakit flu burung. Dari koran tersebut, Anda mengetahui bahwa virus tersebut tidak menular dari unggas kepada manusia secara langsung. Jika Anda berpindah ke berita lain, maka berita itu hanya menjadi berita.
Bagaimana jika Anda berhenti, dan kemudian menggunakan formula sakti "WHAT IF...."
Bagaimana jika penyakit tersebut menular dari unggas kepada manusia? Bagaimana jika muncul virus strain baru yang lebih berbahaya? Bagaimana jika virus itu sebetulnya telah menjangkiti suatu keluarga di suatu desa terpencil? Bagaimana jika kemudian ada pendatang yang kemudian tertular? Bagaimana jika pemerintah dan masyarakat panik dan menuduh keluarga itu memiliki virus menular yang perlu di basmi? Bagaimana Anda membayangkan ketakutan keluarga itu? Bagaimana jika anak keluarga itu memiliki teman yang kemudian dipisahkan paksa karena takut tertular? Bagaimana perjuangan ayah keluarga itu untuk melindungi anggota keluarganya? Dan seterusnya Anda bisa melanjutkan sendiri.
Semuanya hanya dari satu berita. Anda hanya perlu berhenti dan memikirkan apa saja yang bisa Anda lakukan dengan apa saja yang Anda lihat dan dengar. Anda tidak mau otak Anda menjadi tong sampah saja kan?
Semua cara di atas punya kesamaan. Kita menunggu sampai ide itu datang. Kalau cepat datang sih ok. Tetapi kalau kereta idenya mogok entah dimana, proses menunggu ini bisa sangat lama. Tentunya Anda tidak akan segera berproduksi. Padahal di sekitar Anda bertebaran ide-ide. Anda mungkin melewatkannya.
Sempatkan diri Anda untuk membaca lebih banyak. Sediakan waktu khusus untuk membaca, sedikitnya 30 menit sehari. Baca apa saja. Majalah, koran, buku, novel, roman, sastra. Apa saja yang menarik perhatian Anda. Semua yang Anda baca bisa menjadi ide.
Berjalan-jalanlah. Perhatikan lingkungan Anda. Kegiatan sepele seperti berjalan-jalan bisa mendatangkan ide.
Tunggu ! Mungkin Anda protes, "Saya sudah membaca ratusan buku, majalah, koran, apa saja yang bisa saya bisa. Bahkan kertas bungkus gorengan pun saya buka dan saya baca. Saya juga sudah melanglang buana kemana saja. Tidak ada sejengkal tanahpun yang belum saya injak-injak. Tetapi kenapa saya tetap sulit mendapatkan ide?"
Jawabannya sederhana saja, "Anda hanya melewatkannya." Kita hidup di jaman informasi. Lebih mudah penulis sekarang untuk mendapatkan informasi daripada penulis jaman dulu. Suratkabar, TV, dan apalagi sekarang sudah ada internet. Transportasi lebih mudah. Mau ke belahan dunia bisa naik pesawat terbang. Dulu cuma ada kapal laut. Problemnya adalah kita melewatkan informasi begitu saja. Ini adalah fenomena baru di dunia informasi. Kita cenderung membaca dengan cepat suatu headline demi headline. Jari-jari jemari kita dengan mudah mengganti channel TV. Akibatnya kita memperlakukan otak kita seperti tong sampah. Semua informasi masuk dan terbuang dengan cepat. Kita cukup bahagia dengan hanya sebatas mengetahui informasi.
Untuk mendapatkan ide dari semua yang Anda lihat atau dengarkan, Anda harus mengubah cara Anda memperlakukan informasi. Pada saat Anda membaca sesuatu. Berhenti. Benar-benar berhenti. Kemudian pikirkan apa saja yang bisa Anda lakukan dengan informasi itu. Imajinasikan. Biarkan pikiran liar Anda berkelana. Saat Anda membaca koran, ada ulasan tentang penyakit flu burung. Dari koran tersebut, Anda mengetahui bahwa virus tersebut tidak menular dari unggas kepada manusia secara langsung. Jika Anda berpindah ke berita lain, maka berita itu hanya menjadi berita.
Bagaimana jika Anda berhenti, dan kemudian menggunakan formula sakti "WHAT IF...."
Bagaimana jika penyakit tersebut menular dari unggas kepada manusia? Bagaimana jika muncul virus strain baru yang lebih berbahaya? Bagaimana jika virus itu sebetulnya telah menjangkiti suatu keluarga di suatu desa terpencil? Bagaimana jika kemudian ada pendatang yang kemudian tertular? Bagaimana jika pemerintah dan masyarakat panik dan menuduh keluarga itu memiliki virus menular yang perlu di basmi? Bagaimana Anda membayangkan ketakutan keluarga itu? Bagaimana jika anak keluarga itu memiliki teman yang kemudian dipisahkan paksa karena takut tertular? Bagaimana perjuangan ayah keluarga itu untuk melindungi anggota keluarganya? Dan seterusnya Anda bisa melanjutkan sendiri.
Semuanya hanya dari satu berita. Anda hanya perlu berhenti dan memikirkan apa saja yang bisa Anda lakukan dengan apa saja yang Anda lihat dan dengar. Anda tidak mau otak Anda menjadi tong sampah saja kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar