Oleh : Ahmad Sopiani
Bila Anda sering menonton TV, maka tentu Anda pernah menyaksikan yang namanya sinetron, telenovela, atau yang sejenis dengan itu. Anda menyaksikannya karena hobby atau tidak sengaja ketika pijit channel, tidak jadi masalah. Yang ingin saya ingatkan dengan pernyataan di atas adalah suatu kenyataan bahwa dalam acara-acara TV itu banyak sekali kita jumpai kata-kata kasar, menghina, memaki, mencaci mengumpat, dan lain sebagainya. Dan saya pikir, apa yang disajikan dalam TV paling tidak adalah suatu gambaran real kehidupan manusia pada umumnya. Maksud saya dengan gambaran real adalah fenomena hubungan antar manusia yang sering kali ditimpali oleh kata-kata kasar, menghina, mencaci, memaki dan sumpah serapah.
Masih terlalu banyak orang-orang yang dalam pergaulan sehari-hari senantiasa mengisi dialognya dengan kata-kata negatif tersebut. Sebentar-sebentar ia teriak; "Anjing", Babi, Setan, Goblok dan lain sebagainya. Jika Anda mau sedikit meneliti, hampir semua abjad
alphabet dapat mewakili satu atau lebih kata negatif; (Anjing, Babi, Cucunguk, Dongo, Edan, Fuck you, Goblok, Haram jadah, dan seterusnya). Mohon alinea ini dibaca dalam hati saja, hanya untuk contoh.
Di hampir setiap tempat dan di setiap waktu dapat kita jumpai orang-orang yang biasa ataupun jarang-jarang, mengucapkan kata-kata kasar, kotor dan negatif ini. Di pasar, di jalan, di kantor, di sekolah, di rumah, atau di manapaun yang di situ ada manusianya. Bahkan ketika sendiripun manusia masih sempat juga memaki; "Sialan!, gua sendirian
aja nih!".
Kata-kata negatif biasa diucapkan manusia sebagai ekspresi dari rasa kesal, marah, iri, emosi atau bermaksud melecehkan. Ia terlontar kadang secara spontan menurut kebiasaan pelakunya. Kadang kata negatif juga terlontar sebagai tanda keakraban yang sangat antara
dua pihak; "Hei Asu, kemana aja lu???
Kata-kata negatif biasanya terlontar dari orang-orang yang secara faktual kurang bisa menahan emosi dan amarah, kurang religius dan kurang berpendidikan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa di suatu saat, orang yang sangat saleh pun dapat lepas kendali dan melontarkan kata-kata negatif.
Di satu sisi, kata-kata negatif terkadang cukup manjur untuk melampiaskan kemarahan dan rasa kesal; misalnya kita berjalan kaki setelah hujan, lalu tiba-tiba ada mobil ngebut dan menghempaskan genangan air berlumpur menyembur ke body kita; Kalau Anda orang biasa, sambil loncat Anda akan teriak : "Setaaan!!. Kalau Anda loncat sambil teriak : "Astaghfirullaaah" , Anda orang yang luar biasa. Dengan teriakan itu mungkin kita akan sedikit merasa lega, dan sambil bersungut-sungut mengibas-kibaskan pakaian yang kotor,
kita akan melanjutkan perjalanan sementara yang ngebut tadi terus saja tanpa merasa berdosa.
Di sisi lain, kata-kata negatif merupakan awal bagi kehancuran peradaban manusia, di awali ketika Qabil berkata "Gua Bunuh lu!" kepada saudaranya Habil, dan akhirnya terus berlanjut hingga era kita sekarang ini. Kata-kata negatif mengiringi derap manusia kemanapun ia melangkah dan mungkin akan terus demikian hingga perjalanan manusia di dunia ini finish.
Implikasi psikologis dari kata-kata negatif sesungguhnya amat besar pengaruhnya pada perkembangan jiwa seseorang, apakah itu orang yang mengucapkannya ataupun orang yang menjadi obyek ucapan tersebut. Ketika kata-kata negatif dilontarkan oleh seseorang, maka orang lain segera berkesimpulan seperti apa watak orang tersebut. Manakala kata-
kata negatif itu ditujukan kepada diri sendiri, maka sang diri akan menjadi sosok yang kerdil, tidak PEDE, emosional, tidak bersemangat, tertutup, tidak punya keyakinan untuk melakukan sesuatu dan pada akhirnya tidak bisa berkembang ke arah kemajuan. Ia akan berjalan di tempat sementara orang lain berlari maju. Bahkan sangat mungkin ia malah surut ke belakang.
Tatkala kata-kata negatif ditujukan kepada orang lain, biasanya berakhir pada perselisihan yang tidak sehat alias cari penyakit. Jika kata-kata negatif diarahkan seorang kepala keluarga atau ibu rumah tangga kepada anaknya, maka si anak bukannya akan makin rajin, inovatif, kreatif, aktif, bersemangat untuk maju dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, justeru sebaliknya, kata-kata negatif itu malah akan membuatnya makin minder, malas tidak bersemangat, tidak PEDE dan tidak berani untuk melakukan ide-ide kreatifnya. Dan
pada akhirnya sang anak akan tersisih dari percaturan dunia.
"Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki; Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri; Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri." Demikian antara lain isi puisi Dorothy Law Nolte yang berjudul "Children
Learn What They Live". Ini artinya peran kata-kata orang di sekitar si anak akan membentuk pribadinya ketika ia beranjak dewasa.
Prof. Emoto Masaru, seorang ahli teori gelombang telah mengadakan penelitian sehubungan dengan kata-kata negatif dan kata-kata positif. Ia melontarkan secara bergantian kata-kata yang positif seperti Hebat, Kamu Bisa, Terima Kasih, Aku Sayang Kamu dsb, serta kata-kata negatif seperti Goblok kamu, Saya tidak bisa, Menyebalkan,
dllsbg, di atas permukaan air. Kemudian dengan suatu alat khusus ia mengamati citra yang dibentuk air sebagai akibat dari lontaran kata-kata tadi. Ternyata kata-kata negatif membentuk suatu citra yang rusak, tidak beraturan dan tidak estetis. Sebaliknya kata-kata
positif membentuk suatu citra yang teratur rapi, beraturan dan bernilai estetika tinggi. Jika jiwa manusia dianggap sebagai air (toh bahan dasar manusia memang air), maka pengaruh kata-kata positif atau kata-kata negatif akan membentuk citra yang kira-kira sama dan
tidak jauh berbeda pada hati dan jiwanya. (sumbernya mungkin kurang jelas, saya dapat dalam suatu sesi pendidikan di LG)
So, tidak perlu lama-lama menunggu datangnya petaka di akhirat bagi orang-orang yang biasa mengumpat dan mencela serta memaki, sebab di duniapun ia akan berhadapan dengan petaka psikologis yang menimpa dirinya atau orang-orang terdekatnya sebagai akibat dari kata-kata negatif yang diucapkannya. "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." (Q.S. Al-Humazah : 1)
Setelah kita ketahui betapa sangat berbahayanya pengaruh kata-kata negatif bagi jiwa dan hati kita, maka kini tinggallah menetapkan pilihan pada tiap-tiap diri, apakah ia akan meneruskan kebiasaannya dengan kata-kata negatif tersebut dan menggantinya dengan kata-kata positif yang akan mengobarkan semangat, membentuk kepercayaan diri,
membangun kekuatan jiwa, menguatkan pengendalian emosi, dan pada akhirnya akan membentuk dirinya secara utuh sebagai manusia yang bertutur dengan tutur kata yang telah digariskan oleh Allah SWT. Manusia itu adalah hewan yang berbicara dan berkomunikasi, kekerdilan diri ataupun kebesaran jiwanya akan tergambar jelas dari
apa yang ia ucapkan dan dari ucapan-ucapan yang biasa ia terima. Maka orang besar hanya akan menjadi besar jika ia biasa mengucapkan kata-kata positif dan menerima kata-kata positif pula. Apatah lagi jika yang positif itu tidak hanya sebatas kata-kata, namun juga aplikasi cara hidup sehari-hari.
"…Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik (ma'ruf)". (Q.S. An-Nisa : 5). Lihat juga Al-Baqarah : 83; An-Nisa : 8; Al-Israa : 23-24; Al-Ahzab : 32; Thaa Haa : 44; Al-Furqaan : 63.
Bagi Anda yang telah terbiasa mengucapkan katakata positif, baik terhadap diri ataupun terhadap orang-orang di sekitarnya, saya ucapkan selamat, karena Anda telah memiliki modal dasar untuk menjadi orang besar. Bagi yang biasa mengucapkan kata-kata negatif,
saya yakin ia bisa berhenti kapanpun ia kehendaki, dan mulai dengan kata-kata positif untuk membangun kebesaran jiwanya. Seperti kata pepatah "Mulutmu Harimaumu". Wallahu a'lam.
--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar