KU TATAP MEREKA DENGAN SANGAT
Oleh : Arya
Kelopak mata yang tajam itu dipenuhi rasa ketakutan ketika ku pandangi dengan amat sangat. Pandangan itu mengingatkanku akan masa-masa dahulu ketika capaska. Tersirat dalam sorotan penuh histori 10 tahun silam. Cikarang - Bekasi menjadi saksi perjalanan menjadi sang Paskibraka. Pada tanggal 17 Agustus 1999 ketika Indonesia merdeka yang ke 54 tahun.
Tampak pada raut mukanya keluh, kesah dan dongkol yang membayanginya setiap kali berada dilapangan. Cucuran keringat yang membasahi hingga merembas pada kaos latihan yang dikenakannya menjadi catatan sejarah yang tak terlupakan. Sungguh amat sangat menderitanya saat itu.
Yang kulihat saat itu adalah mata dan raut muka yang pasrah dan ihklas menerima kenyataan. Hanya kewajiban yang mereka punya seakan terikat oleh ikatan yang sangat kuat hingga sulit untuk melepaskannya. Aku pun teringat betapa hal itu menjadi ketakutan yang mendilema. Acap kali ku teringat saat itu seakan srigala dan macan berkumpul mendekati hingga sulit rasanya untuk keluar dari kerumunan itu.
Terik matahari dan gersangnya lapangan selalu mereka dapati dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Terkuras sampai otot-otot kaki lemas dan keram, namun hatipun kadang keram oleh suasana yang tidak mengenakan.
Tak terpikir olehku saat itu tentang apa yang sedang kulakukan. Tapi aku merasakan betapa menderitanya mereka, hanya sorotan matanya yang kutatap dari kejauhan. Kian hari wajah yang ceria itu mulai pucat dan berwarna kemerah-merahan agak kehitaman. Badannya mulai lunglai dan menurun beberapa kilo. Semangatnya ...entahlah aku tak yakin dengan semangat mereka saat itu. Hanya sebuah kata "siap" yang selalu kudengar dari lisan mereka walaupun dalam hati mereka itu ada sesuatu perkataan yang lain yang aku rasakan adalah mereka berkeluh kesah dalam hati.
Kadang aku iba melihatnya, dan tak kuasa menahan pedihnya penderitaan itu. Kian hari berlalu bersama dalam suka dan duka, dalam canda dan tawa, tapi hati kecil mereka mengatakan padaku memohon pertolongan. Aku hanya merasakan apa yang kurasakan sepuluh tahun silam.
Tanganku tak kuasa tuk memberikan pertolongan atau sebuah kata yang dapat menenangkan hati mereka yang sedang terluka. Namun aku percaya mereka mampu hadapi kenyataan ini sebagai suatu perjuangan.
Tampak pada raut mukanya keluh, kesah dan dongkol yang membayanginya setiap kali berada dilapangan. Cucuran keringat yang membasahi hingga merembas pada kaos latihan yang dikenakannya menjadi catatan sejarah yang tak terlupakan. Sungguh amat sangat menderitanya saat itu.
Yang kulihat saat itu adalah mata dan raut muka yang pasrah dan ihklas menerima kenyataan. Hanya kewajiban yang mereka punya seakan terikat oleh ikatan yang sangat kuat hingga sulit untuk melepaskannya. Aku pun teringat betapa hal itu menjadi ketakutan yang mendilema. Acap kali ku teringat saat itu seakan srigala dan macan berkumpul mendekati hingga sulit rasanya untuk keluar dari kerumunan itu.
Terik matahari dan gersangnya lapangan selalu mereka dapati dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Terkuras sampai otot-otot kaki lemas dan keram, namun hatipun kadang keram oleh suasana yang tidak mengenakan.
Tak terpikir olehku saat itu tentang apa yang sedang kulakukan. Tapi aku merasakan betapa menderitanya mereka, hanya sorotan matanya yang kutatap dari kejauhan. Kian hari wajah yang ceria itu mulai pucat dan berwarna kemerah-merahan agak kehitaman. Badannya mulai lunglai dan menurun beberapa kilo. Semangatnya ...entahlah aku tak yakin dengan semangat mereka saat itu. Hanya sebuah kata "siap" yang selalu kudengar dari lisan mereka walaupun dalam hati mereka itu ada sesuatu perkataan yang lain yang aku rasakan adalah mereka berkeluh kesah dalam hati.
Kadang aku iba melihatnya, dan tak kuasa menahan pedihnya penderitaan itu. Kian hari berlalu bersama dalam suka dan duka, dalam canda dan tawa, tapi hati kecil mereka mengatakan padaku memohon pertolongan. Aku hanya merasakan apa yang kurasakan sepuluh tahun silam.
Tanganku tak kuasa tuk memberikan pertolongan atau sebuah kata yang dapat menenangkan hati mereka yang sedang terluka. Namun aku percaya mereka mampu hadapi kenyataan ini sebagai suatu perjuangan.
Selamat berjuang adik-adikku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar